Menikah adalah sunahku, maka barangsiapa tidak suka dengan sunahku, ia bukan termasuk golonganku. Menikahlah, karena aku akan membanggakan jumlahmu yang banyak di hari akhir nanti (HR. Ibnu Majah dari Aisyah r.a.)
PERNIKAHAN ADAT ACEH YANG ISLAMI
Jak keumaloen :Jak
keumaloen adalah tahap awal sebelum menuju tahapan tahapan lainnya,
dimana jika seorang laki-laki dinilai sudah cukup dewasa dan sudah siap
berumah tangga maka orang tua mencarikan calon istri untuk nya atau si
jejaka sudah memiliki calon sendiri, hal pertama yang dilakukan adalah
mengutus beberapa orang yang di tuakan yang cakap dalam berbicara dari
pihak laki-laki untuk bersilaturrahmi ke rumah keluarga sang perempuan
untuk menanyakan status si perempuan apakah sudah ada yang punya atau
tidak ?? dan kalau ternyata sang perempuan belum ada yang punya dan
belum ada ikatan dengan siapapun baru lah sang utusan mengutarakan
lamaran nya, jika sambutan dari pihak perempuan memeberi pertanda yang
baik maka di lanjutkan ke tahapan selanjut nya. Dan utusan dari keluarga
pihak laki-laki ini disebut seulangkee. Pada tahap ini keluarga pihak laki-laki juga membawa bungoeng jaroe semacam bingkisan untuk keluarga pihak perempuan.
Ba ranup (melamar/meminang):
Setelah tahapan jak keumaloen dan keluarga si perempuan merespon dengan
jawaban yang baik, maka pihak keluarga laki-laki pun kembali mengutus
seulangkee untuk melamar secara resmi dengan membawa sirih symbol
penguat ikatan, dan setelah pihak laki-laki mengutarakan lamaran nya,
maka keluarga akan bermusyawarah dengan si gadis apakah lamaran nya akan
di terima atau tidak, jikalau di terima maka akan berlanjut ke tahapan
selanjut nya.
Jak ba Tanda (tanda jadi) :
Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat (tanda jadi). Biasanya pihak calon
linto membawa sirih lengkap dengan macam-macam bahan makanan kaleng,
seperangkat pakaian yang dinamakan lapek tanda dan perhiasan dari emas
sesuai kemampuan calon linto baro(mempelai pria). Ba tanda ini
ditempatkan di dalam “talam/dalong” yang dihias sedemikian rupa; sebagai
“balasan/balah idang” tempat yg sudah kosong tadi diisi dengan kue-kue
dari pihak calon dara baro, acara balah idang ini dilaksanakan bisa
langsung atau setelah beberapa hari kemudian. Dalam kesempatan ini
sekaligus dibicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (mas kawin),
peng angoh (uang hangus), jumlah rombongan pihak linto serta jumlah
undangan. Menurut norma adat, bila ikatan pertunangan putus di tengah
jalan disebabkan oleh pihak pria, maka tanda emas tersebut akan dianggap
hilang. Apabila putusnya hubungan penyebabnya pihak wanita, maka pihak
wanita harus mengemblikan tanda emas tersebut dua kali lipat.
Prosesi pernikahan:
Sesudah tanggal pernikahan dan mahar ditetapkan maka persiapan menuju
perosesi pernikahan, ritual yang biasanya dilakukan oleh calon pengantin
wanita adalah berinai dimana sang pengantin wanita selama 3 malam
berturut memakai inai pada tangan dan kaki, kemudian sang calon
pengantin pria dan wanita juga di peusijuk (tepung tawar) oleh kerabat
dekat mereka di rumah masing masing mempelai, karena keduanya baru akan
bertemu di hari akad nikah.
Hari pernikahan (peugatib)
Pernikahan biasanya di lakukan di rumah pihak mempelai wanita atau di
mesjid terdekat, biasanya mempelai wanita menunggu sampai ijab Kabul
selesai baru kemudian menemui sang suami Sesudah prosesi akad nukah
selesai kedua mempelai akan ek sandeng pelamin (disandingkan di
pelaminan), dalam adat aceh ada prosesi intat linto (mengantar mempelai
pria ke rumah wanita), acara setelah akad nikah di rumah mempelai wanita
menunggu sang mempelai pria datang di antar oleh rombongan, ketika
rombongan sudah sampai dirumah mempelai wanita maka mempelai pria akan
di sambut oleh mempelai wanita dan keluarga, sebelum masuk kedalam rumah
dan disandingkan terlabih dahulu rombongan mempelai pria disambut
dengan tarian ranup lampuan, setelah tarian usai rombongan pun masuk dan
kedua pegantin di sanding di atas pelaminan, kemudian kembali di
peusijuk (tempung tawar) oleh kedua orang tua dari kedua belah pihak dan
keranat yang dituakan secara bergantian. Kemudian kepala rombongan dan
sang tuan rumah menyampaikan sepatah dua patah kata sambutan.
Berselang beberapa hari kemudian di adakan prosesi tueng dara baro(
menunggu mempelai wanita) di rumah mempelai pria oleh seluruh karib
kerabat, orang tua dari mempelai pria, prosesi saja sama seperti yang
dilakukan pada acara intan linto.
Pada masa lampau kaum bangsawan selalu membuat upacara pernikahan
dirumah calon mempelai wanita (dara baro). Pernikahan (peugatip)
dilakukan beberapa hari sebelum upacara wo linto/meukeurija (pesta) .
Sebelum meukeurija diadakan meudeuk pakat (bermufakat) dengan orang tua
adat, dan anggota keluarga serta pemuka masyarakat yang terdiri dari
tuha peet (penasehat) , kechik gampong (kepala desa), ‘Imum meunasah
(imam langgar). Biasanya musyawarah dipimpin oleh orang tua calon
mempelai wanita (daro baro, atau yang mewakili-nya)
Dalam upacara perkawinan Aceh, makanan kecil atau kue-kue tidak boleh
ditinggalkan adalah buluekat dengan tumpo (ketan), manok panggang (ayam
panggang), buleukat dengan pisang teu peungat atho kaya (ketan dengan
srikaya), dodoi (dodol), wajek, halua, meuseukat, thimpan serta kue-kue
kering yang disebut reumok tho, kekarah, kembang goyang (kembang loyang
bhoi/bolu) bungong kaye (bunga kayu), sedangkan lauk-pauk yang biasa
dihidangkan pada pesta anatara lain :
• Gule boh panah (sayur nangka khas Aceh)
• Masak keuruema/masak puteh (masak semacam opor)
• Shie masak mirah (daging masak merah)
• Semur Aceh
• Engkot tumeh (ikan tumis khas Aceh)
• Engkot masam keung (ikan masam asam pedas)
• Udeung tumeh (tumis udang khas Aceh)
• Shie cuka (daging masak cuka)
• Sambai gureng ate (sambal goreng ati)
• Boh itek jruek (telur bebek asin)
• Boh reuteuk crah (tumis kacang panjang)
Diatas ini adalah hal-hal terkait adat Aceh yang sebaiknya untuk dilakukan dalam suatu pernikahan yang menjunjung tinggi budaya Aceh karena selain agama, budaya setempat memiliki peranan penting pula dalam tatanan bermasyarakat. Islam adalah agama yang diperuntukkan untuk seluruh alam, artinya agama Islam memiliki ajaran-ajaran yang dapat diaplikasikan di seluruh budaya yang ada di dunia tanpa menghilangkan corak asli budaya yang khas dari setiap daerah. subhanallah! tidak ada kewajiban memang sebagai seorang muslim untuk menyelenggarakan pernikahan sesuai dengan adat setempat dan menyelenggarakan pernikahan sesuai dengan adat tidak ada larangannya selagi tidak bertentangan dengan syariat dan akidah. Penyelenggaraan pernikahan dengan menggunakan adat Aceh sebagai contoh sama sekali tidak ada hal-hal yang melanggar syariat dan akidah sehingga insyaALLAH tergolong dalam kategori Islami.
Semoga bermanfaat bagi para pemuda dan pemudi yang hendak menyegerakan sunah rasul ini. Semoga barokah!